Menanam Benih Kebaikan

Menebar Kebaikan Ala Ibu

Ada satu kebiasaan Ibu yang menurtku sangat unik. Setiap kali melakukan perjalanan bersama Ibu, entah itu naik kendaraan umum ataupun kendaraan pribadi, Ibu selalu membawa oleh-oleh di tasnya. Bukan kue ataupun makanan lainnya, melainkan potongan tanaman atau bibit yang didapatkan sepanjang perjalanan. Aku dahulu tidak begitu peduli, tapi lama kelamaan kebiasaan Ibu ini mencuri rasa ingin tahuku. Ibu memang memiliki kebun pribadi di depan kamarnya, tidak begitu besar tapi penuh dengan pot-pot tanaman. Setiap pagi setelah selesai shalat dhuha, menjadi agenda wajibnya untuk disapa. Sambil menyenandungkan shalawat, ditengoknya tanaman-tanaman itu. Sesekali berujar Alhamdulillah, Ma Syaa Allah. Lalu kadang kadang memanggil aku untuk memberikan reportase, “Teh, lihat ini tanaman yang kemarin Ibu minta dari depan rumahnya Bu Haji, sudah berbunga. Indah ya.”

Salah satu hikmah dengan adanya pandemi ini adalah aku kini lebih sering bercengkarama dengan Ibu dan memperhatikan kebiasaan hariannya. Berkebun ini adalah kegiatan favoritnya. Ibu punya filosofi sendiri tentang menanam. Yang mungkin didapatkan dari Ibu Sepuh, Ibunya Ibu, ataupun dari kerabatnya juga kolega yang ditemuinya. Menurut Ibu, menanam tanaman itu ibarat menebar kebaikan. Mungkin manfaatnya tidak bisa langsung kita rasakan saat ini, tetapi kelak anak cucu keturunan kita akan menuainya. Bagi ibu, itulah amal jariyah, yang pahalanya mengalir hingga kelak kita sudah tidak lagi di dunia. Seperti dalam hadits riwayat Bukhori dan Ahmad:

Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada benih maka apabila dia mampu menanamnya sebelum terjadinya kiamat maka hendaklah dia menanamnya.

Alhamdulillah, sebetulnya kebaikan yang Ibu tanam beberapa waktu lalu sudah bisa dirasakan oleh kami, anak-anaknya. 10 tahun yang lalu, Ibu menanam pohon alpukat di depan rumah. Benihnya berasal dari biji alpukat pemberian saudara Ibu yang memang memiliki kebunnya. Saat panen dengan semangat Ibu membagikannya ke tetangga dan sanak saudara terdekat. Tak lupa, bijinya ditanam kembali di beberapa pot untuk kemudian ditumbuh kembangkan lagi. Saat ini biji tersebut sudah kelihatan tunas dan daunnya. “Tinggal cari tempat yang cocok untuk menanamnya.” Jawab Ibu saat ku tanyakan proses apalagi yang harus dilakukan setelah tunas alpukat bertumbuh sebesar itu.

Ibu seringkali berkata, berbagi itu tidak melulu harus menunggu kita punya hektaran kebun ataupun sawah. Dengan sedikit yang kita miliki, Allah akan lipat gandakan keberkahannya. Janji itu jelas tertulis di dalam Al Qur’an, semua kebaikan akan dilipatgandakan. Yang 1 menjadi 10 lalu 70 dan hingga 700 kali lipatnya. Ditambah lagi jika kemudian kita mensyukuri segala nikmat yang telah didapatkan, Maka akan Aku tambah lagi nikmat-Ku, kataNya.

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh:261)

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrohim:7)

Pernah suatu kali aku bertanya pada Ibu, “Bu, kenapa Ibu rajin sekali mengurusi tanaman seperti ini?”

“Sebenarnya ini adalah ikhtiar Ibu untuk membahagiakan diri dan juga orang lain. Dengan bercocok tanam, Ibu merasa bersyukur dan bahagia karena melihat tanaman ini tumbuh berkembang. Meskipun kemudian ada yang panen dan ada yang mati. Ini seperti miniatur kehidupan manusia, tak selamanya kita selalu berhasil. Adakalanya kita harus mencicipi kegagalan.” jawab Ibu lugas.

Lalu aku teringat, beberapa bulan lalu Ibu bercerita bahwa pohon Anggur yang ditanamnya dari tahun lalu hanya sempat berbuah dua kali, itupun tidak banyak. Setelah itu daunnya mengering dan mati. Saat itu Ibu terlihat sangat kecewa. Tapi tak lama Ibu menggantinya dengan pohon Markisa, yang jenis pohonnya sama-sama merambat. Untuk pohon ini, aku cukup sering memperhatikannya. Karena Ibu pernah titipkan secara langsung padaku, “Posisi pohon ini letaknya agak ke dalam, jadi akan sulit terkena air hujan. Tolong setiap ada kesempatan bantu Ibu untuk menyiramnya ya.” Walhasil, Alhamdulillah pohon ini berbuah hampir setiap pekan. Buah ini favoritnya Ayah, diminum hampir setiap hari dengan campuran madu dan air.

Kali selanjutnya sambil menemani Ibu di waktu sore, Ibu bercerita bahwa sejatinya bercocok tanam adalah wujud kecintaan kita pada alam. Tiga segitiga hubungan manusia yang saling berkaitan: Hablumminallah, Hablumminannas, dan Hablumminal alam. Hubungan kita dengan alam juga harus baik. Alamlah yang telah mendampingi kehidupan kita sebagai manusia, ada baiknya kita merawatnya dengan sepenuh hati. Karena juga sebetulnya, segala yang berasal dari alam itu ada khasiat kebaikannya untuk kita. Kemarin, Alhamdulillah lidah buaya ini dijadikan bahan untuk membuat handsanitizer alami dan sempat dibagikan juga ke tetangga. Ini cara Ibu untuk berbagi dan menebar kebermanfaatan, selain untuk diri sendiri juga untuk orang lain.

Selain buah-buahan, Ibu juga rajin menanam tanaman bumbu dapur. Ada tomat, cabe rawit, kunyit, serai, daun salam; itu yang aku tau. Sisanya mungkin masih ada yang lain yang siap untuk digunakan untuk memasak sehari-hari. Untuk ini, Ibu pun menyampaikan harapannya. “Di situasi seperti sekarang yang sulit akses untuk berpergian dari rumah, model bercocok tanam di halaman rumah sangat membantu. Kedepan Ibu berharap setiap rumah bisa melakukan hal yang sama. Sebetulnya kan tidak perlu lahan yang begitu luas, bahan dan alatnya pun sangat sederhana. Ini pagar pemisahnya berasal dari ecobrick yang digagaskan oleh Ayahmu. Ecobrick ini juga dalam rangka mengurangi sampah plastik, yang sama-sama bertujuan untuk menjaga alam. Pot ini pun dari ember bekas cat dan beberapa ada dari plastik pembungkus deterjen. Hemat deh pokoknya.” Jelas Ibu panjang lebar sambil tersenyum.

Kami pun kemudian beranjak. Ibu mau menunjukkan sesuatu katanya. Proyek menanam padi menggunakan polybag yang digagas bersama Ayah. Meski sesungguhnya aku belum paham akan seperti bagaimana hasil akhirnya, tapi aku turut berharap agar proyek ini dapat dipanen dengan baik. “Doakan ya agar proyek ini berjalan dengan lancar”, ujarnya.

Sambil mengecek beberapa pot, Ibu berpesan agar jangan pernah berhenti untuk berbuat kebaikan. Mungkin balasannya tidak kita dapatkan langsung saat ini. Bisa jadi anak cucu kitalah yang akan menikmatinya. Tapi yakinlah, In Sya Allah pahalanya akan mengalir seperti halnya shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh yang mendoakan orangtuanya. Serta jangan lupa untuk senantiasa memperbaiki niat, agar Allah ridho dengan sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan. Semoga kelak kita semua bersama para leluhur dikumpulkan kembali di Syurga-Nya, doa pamungkas Ibu yang menjadi penutup obrolan kami sore itu. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin.

Terimakasih Ibu atas inspirasinya. Semoga Ibu selalu sehat wal afiat, sehingga dapat terus menerus menebar kebaikan ala Ibu. Juga semoga kelak proyek-proyek kebaikan Ibu dapat dikolaborasikan dengan proyek pemberdayaan perempuan seperti yang kini sedang dilakukan oleh Dompet Dhuafa.

Yuk, mari segera menebar kebaikan ala kita sendiri 🙂

Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti kompetisi menulis blog yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.

Menebar Kebaikan Ala Dompet Dhuafa

Landing-Pages-5Landing-Page-Detail-2-4-15

PROYEK WAKAF

Khadijah Learning Center berdiri diatas lahan seluas 2.300 m2 di kawasan Ciater, Bumi Serpong Damai (BSD). Sejak diwakafkannya lahan tersebut, Dompet Dhuafa berupaya membangun sarana pendidikan. Sekolah non formal ini akan menjadi pusat belajar kewirausahaan khusus perempuan dan berbasis Wakaf Produktif Pendidikan. Peserta diprioritaskan untuk muslimah yang memiliki semangat berwirausaha namun kemampuan ekonominya terbatas. Berbagai bidang keahlian ditawarkan kepada calon peserta didik seperti tata boga, tata rias, dan keahlian lainnya. Ini adalah salah satu ikhtiar Dompet Dhuafa menghasilkan figur pengusaha yang tangguh seperti Khadijah R.A (Istri Rasulullah SAW).

PERPADUAN PROGRAM UNTUK PENDIRIAN KHADIJAH LEARNING CENTER

Berdirinya Khadijah Learning Center adalah inspirasi dari berbagai program Dompet Dhuafa. Beberapa diantaranya adalah Sekolah SMART Ekselensia Dompet Dhuafa, Migran Institute, dan Institut Kemandirian. Sekolah SMART Ekselensia menjadi program unggulan Dompet Dhuafa di sektor pendidikan. Sejak berdiri pada tahun 2004, sekolah ini tetap pada konsepnya yaitu hanya menerima murid laki-laki. Pada kesempatan yang berbeda, Dompet Dhuafa berkeinginan membuka kembali sekolah yang dikhususkan untuk perempuan.

Pada 2011, sebidang tanah di kawasan Ciater diwakafkan kepada Dompet Dhuafa. Terbuka jalan bagi Dompet Dhuafa merealisasikan impian mendirikan sekolah untuk perempuan. Siapa yang akan menjadi peserta didiknya? Dompet Dhuafa memilih Buruh Migran Indonesia (BMI) yang pernah bersentuhan dengan program Migran Institute Dompet Dhuafa. Program yang memiliki cabang di Hong Kong, Jakarta, dan Surabaya ini memang sudah tidak ada. Namun saat perencanaan pembangunan Khadijah Learning Center, program ini masih berjalan dan menjadi salah satu inspirasi Khadijah Learning Center.

Alasan memilih perempuan Buruh Migran Indonesia (BMI) karena sebagian besar dari mereka kembali ke Indonesia tanpa keterampilan. Terlebih lagi, mereka memiliki problema di negara tempat bekerja hingga tidak membawa pundi-pundi lebih banyak untuk keluarga di Indonesia. Khadijah Learning Center berupaya mewadahi sisa-sisa semangat para perempuan BMI. Membuat hidupnya lebih mandiri untuk menghidupi keluarga yang sudah sempat ditinggalkan. Perempuan BMI yang menjadi inspirasi ini adalah mereka yang pernah ditangani oleh Migran Institute Dompet Dhuafa.

Peserta didik yang semuanya perempuan, menjadikan seluruh program harus sesuai dengan keterampilan perempuan pada umumnya. Khadijah Learning Center mengadaptasi berbagai program keputrian Institut Kemandirian yang semuanya sudah menelurkan wirausaha. Program belajar yang akan diadaptasi adalah kelas menjahit, kelas salon, dan beberapa lainnya seperti tata boga. Perpaduan program dan berbagai sentuhan terbaru di Khadijah Learning Center, diharapkan akan memaksimalkan Dompet Dhuafa memberdayakan muslimah dan meningkatkan harkat mereka.

Masih dalam kondisi #dirumahsaja, Dompet Dhuafa juga memiliki program digital. Memudahkan untuk menebar kebaikan tanpa terkendala jarak dan ruang.

Terimakasih Dompet Dhuafa, keberadaanmu kini menjadi jalan bagi niat baik kita semua untuk senantiasa bermanfaat bagi orang lain. Karena sebaik baik manusia adalah yang paling banyak manfaat bagi sesamanya.

Web-Banner-Donasi-Tabung-Wakaf